Taurus, Gemini
Ini adalah cerita fiksi pertama di blog-ku yang aku tulis dalam Bahasa. Jika ada hal, kejadian atau nama yang serupa, itu hanya kebetulan semata.
"Aku tahu kamu menyenangkan, tapi kamu tidak bisa
semena-mena dengan anak manusia lain!" Bentak Taurus. Tanduknya yang kokoh
makin mengeras karena terlihat kesal mendengar setiap kata-kata yang
dilontarkan Gemini kepadanya.
"Apa maksudmu? Aku sudah tercipta menjadi seperti
ini. Bukannya semena-mena, tapi untuk apa menjalani sesuatu yang tidak aku
sukai?" Si kembar membela diri. Panas dengan tuduhan yang dilayangkan si
banteng terhadapnya.
Rasi bintang lainnya hanya melihat mereka beradu mulut
tanpa berani melerai. Bahkan si Scorpio yang terkenal tegas pun tidak berani ikut
campur.
"Lagipula, kamu jangan merasa dirimu saja yang
benar. Itu kebiasaan burukmu. Sifat keras kepala dan egoismu juga tak kunjung
berkurang. Kamu selalu memaksakan keinginanmu. Kadang, kamu terlewat ngeyel!
Tidak paham jika perbuatan-perbuatanmu membuat orang di sekelilingmu
khawatir." Lanjut si Gemini.
Perdebatan di galaksi itu terjadi karena anak manusia
yang ada di bawah masing-masing rasi bintang tersebut mengalami sebuah
pergejolakan. Si banteng merasa anak manusia di bumi yang berada di bawah rasi
bintangnya merasa dirugikan oleh anak manusia di bawah rasi bintang Gemini sehingga
ia tidak terima. Sedangkan si kembar tidak merasa itu bukan suatu kesalahan dan
ia juga tidak terima anak manusia yang ada di bawah rasi bintangnya
terus-terusan menjadi tumbal kesalahan.
“Kalian masih
meributkan anak manusia bernama Sansa itu?” tanya si Pisces yang memecahkan
ketegangan antar dua rasi bintang.
Taurus hanya melirik
si ikan se persekian detik, kemudian pandangannya kembali pada si Gemini.
Matanya tajam dan tanduknya seakan siap untuk menyerang Gemini. Sedangkan
Gemini masih dengan peringai acuh tak acuhnya menatap malas ke Taurus. Mungkin
ia merasa lelah terus-terusan menjadi sasaran kemarahan Taurus. Ya, karena anak
manusia di bumi yang bernama Sansa itu.
“Daripada
kalian berdebat terus menerus, lebih baik mencari jalan tengah. Sambil memantau
Sansa dengan teman-teman dekatnya itu.” Si Libra, yang badannya tampak seperti
setengah manusia setengah dewa dan selalu membawa timbangan di tangannya
berusaha melerai. Ketegangan antar dua rasi bintang itu sedikit
mereda.
Galaksi yang
membentuk sebuah istana megah tersebut memang tempatnya para rasi bintang
berkumpul. Mereka akan terus mengamati setiap anak manusia di muka bumi yang
lahir di bawah rasi bintang mereka. Setiap rasi bintang memiliki singgasananya
masing-masing dan di depan mereka berdiri sebuah batu kristal tempat mereka
mengamati semua perilaku anak manusia di bumi. Jutaan anak manusia. Tapi,
itulah tugas para rasi bintang. Jika terjadi hal-hal yang sangat tidak
diinginkan pada anak manusia di bumi, mereka akan melaporkan ke Dewa
Agung supaya sang Dewa membantu anak tersebut merubah takdirnya, itu pun jika
alasannya cukup kuat dan sang dewa menyetujuinya. Namun, sebenarnya tidak semudah
itu. Banyak yang harus dikorbankan jika si anak manusia harus mengalami
perubahan takdir. Oleh sebab itu, rasi bintang harus pintar menentukan kapan
mereka harus turun tangan dan kapan mereka membiarkan si anak manusia
menyelesaikannya sendiri.
Sansa dan Rama
sudah 3 jam berada di sebuah bar yang sering mereka kunjungi berdua. Biasanya mereka
mengunjungi bar tersebut di malam minggu bersama teman-teman yang lain. Berbeda
dengan ini, mereka menginjakkan kaki di bar tersebut selepas mereka pulang
kerja di hari Senin. Hari di mana semua orang akan sibuk dan hampir tidak ada
waktu untuk sekedar mampir ke bar.
Sansa masih
menahan amarahnya dan berusaha untuk tetap tenang meskipun botol bir yang ia
genggam menunjukkan kekesalannya saat itu. Sedangkan Rama berusaha tetap tenang
meskipun dalam hati ia ingin segera menyelesaikan dan meninggalkan bar penuh
kenangan itu.
“Terus mau kamu
gimana?” nada suara Rama lemas, sudah kehabisan kata-kata untuk berdebat. 3 jam
berlalu dengan perdebatan alot diselingi kebisuan yang sangat amat kaku. Bahkan
si bartender yang biasanya akrab bergurau dengan mereka berdua sampai tidak
berani menawarkan minuman lagi meskipun ia tahu dua tamunya tersebut butuh
tambahan minum.
“Yaudah lah,
kalau memang harus selesai ya selesai aja. Kalau kita memang terus-terusan
seperti ini juga nggak ada ujungnya. Beda agama iya, kamu-nya juga nggak
konsisten mau ke mana arahnya. Capek aku. 2 tahun kebuang percuma!” Sansa
menahan air matanya. Ia tidak akan membiarkan air matanya jatuh begitu saja. Ini
masalah harga diri, pikirnya.
Dalam 3 jam
tersebut, entah sudah berapa kali Rama mendengar Sansa mengulang kata ‘selesai’,
‘udahan’ dan ‘putus’.
“Kalau ada yang
ngajakin kamu nikah dalam waktu dekat ini, tapi orang itu bukan aku, kamu akan
jawab apa, San?” pertanyaan random dari Rama terlontar begitu saja. Sansa
sedikit terperanjat dan menatap Rama sendu penuh sangsi.
“Aku jawab
tidak. Kamu paham aku. Aku bukan wanita yang ingin cepat-cepat menikah.”
“Meskipun orang
tersebut sudah mapan?”
“Nikah bukan cuma
masalah mapan atau nggak. Aku tahu kamu pengen fokus sama freelance
fotografer-mu. Tapi di sini, aku tidak melihat kamu punya niat untuk maju lebih
cepat, Ram. Dua tahun bersama pula, apa pernah kamu mengenalkan aku dengan
orang tuamu sebagai kekasih? Aku tahu perbedaan kita berdua menjadi penghalang,
tapi setidaknya kamu membantuku untuk mencari jalan tengah. Bukan Cuma sekedar 'ayo jalani saja'. Kita hanya buang-buang waktu. Bukannya aku ingin menuntutmu
untuk menikahi aku sesegera mungkin, aku juga tidak mau. Masih banyak yang
ingin aku lakukan. Tapi, di usia ku yang ke-26 ini dan usiamu yang sudah 29
itu, apa kamu tidak ingin memikirkan masa depanmu sendiri? Masa depan
pekerjaanmu? Masa depan kita?” Sansa sudah kehabisan kesabaran menjelaskan
semua ke lelaki yang sebenarnya masih ia cintai itu.
Rama hanya
bungkam. Ia ingin membela dirinya tapi kata-kata Sansa ada benarnya juga. Tapi,
ia merasa tidak bisa melakukan apa yang diinginkan Sansa. Masa depannya? Ia merasa
zona nyamannya akan membawanya ke masa depan, meskipun butuh waktu yang cukup
lama.
“Yaudah. Kita selesai
aja sampai di sini.” Jawab Rama lirih. Ia tidak berani menatap Sansa dan
langsung bangkit dari kursinya menuju kasir untuk membayar minuman yang sudah
mereka berdua habiskan. Air mata Sansa tidak terbendung lagi. Menetes perlahan
jatuh melewati jari jemarinya yang menempel pada bibir botol bir yang ia
genggam. Sesegera mungkin ia usap bekas-bekas air mata di pipinya sebelum Rama
kembali ke meja tempat mereka beradu argumen.
Rama berjalan
mendekati Sansa kembali. Ia duduk di sampingnya, kikuk.
“Yuk pulang. Aku
antar kamu ke apartemenmu.”
“Tidak usah. Aku
naik taksi aja. Kamu hati-hati di jalan.” Tanpa memandang Rama sedikit pun,
Sansa berdiri meninggalkan Rama yang masih terduduk lesu meratapi kenangan di
meja tersebut. Sansa meninggalkan bar penuh kenangan itu.
6 bulan setelah
perpisahan Sansa dan Rama....
Sansa masih
sibuk dengan handphone-nya ketika teman-temannya meributkan minuman jenis apa
yang akan dibeli untuk merayakan bulan ulang tahun mereka.
“San, udahan
dulu mainan HP-nya. Kamu kerja ya? Atau apa sih? Nggak ada pacar juga, mau chattingan
sama siapa? Hahaha...” tuduh Deni yang memang satu hari kemarin sedang berulang
tahun.
“Bentar sih ah.
Aku masih cari tahu hari ini yang ulang tahun si Rama apa si Jodi.” Jawab Sansa
yang masih sibuk berkutat dengan tampilan segala platform media sosial di
HP-nya.
“Lagian,punya
mantan hari ulang tahunnya bisa samaan semua gitu.” Timpal Monika, sahabat
Sansa yang lain yang sedang merayakan hari ulang tahun juga di akhir bulan Mei
selain Deni.
“Lah iya ya. Terus
kalian berdua juga tuh, punya hari ulang tahun kenapa bisa dempetan di akhir
Mei begini sih. Aku kan jadi bingung. Udah tahu aku lemah kalau mengingat
tanggal ulang tahun yang bentuknya dua digit. Kayak aku dong, ulang tahunnya di
awal Mei, jadi orang gampang ingetnya.” Jawab Sansa nyinyir. Dua sahabatnya
tersebut mencubit Sansa berbarengan. Kemudian mereka berdua berhambur ke pacar
masing-masing serta teman-teman yang sudah mereka undang di bar tersebut untuk
memeriahkan pesta kecil mereka, meninggalkan Sansa di sofa yang masih sibuk
mencari tahu siapa yang ulang tahun di tanggal 28 Mei tersebut.
Hari itu adalah
hari di mana Sansa, Deni dan Monika merayakan bulan ulang tahun mereka. Sansa
yang lebih dulu lahir di bulan Mei awal harus mengalah untuk menunggu merayakan
ulang tahunnya sampai melewati tanggal Deni dan Monika berulang tahun, yang
mana tanggal mereka ada setelah tanggal 21 Mei. Sedangkan Jodi dan Rama adalah
dua mantan Sansa yang masih berhubungan baik dengannya. Padahal, Jodi adalah
mantan kekasih Sansa sebelum Rama, namun hubungan mereka seperti teman yang
tidak memiliki masalah apa-apa. Apalagi Rama.
Perpisahan mereka 6 bulan yang lalu, yang menimbulkan suasana dingin dan keruh,
kini sudah baik-baik saja meskipun Sansa masih saja merasakan sedikit
kekecewaan.
“Nah! Si Jodi
ternyata. Rama masih tanggal 29.”gumam Sansa setelah puas kepo dengan semua
media sosial mantan-mantannya yang sama-sama lahir di akhir bulan Mei itu. Akhirnya
ia pun mencari nama Jodi di kontak whatsapp, dan mengetik ucapan selamat ulang
tahun layaknya seorang teman.
“San, bebas kan
minumannya?”tanya Monika yang membawa gelas berisi minuman berakohol dan langsung
duduk di dekat Sansa yang kala itu mengenakan baju navy sabrinanya, membentuk
lekukan anggun nan seksi di bagian pundak.
“Apa aja,
asalkan jangan tequila.”
“Lah, telat!
Kita pesen 3 botol tequila semua. Hahaha...”ucapan Monika penuh arti. Ia tahu
sahabatnya sangat lemah dengan minuman alkohol jenis tersebut. Sansa pasrah
dipaksa meneguk satu gelas kecil berisi tequila. Matanya menyipit dan dahinya mengernyit, tidak
tahan dengan minuman tersebut. Kenapa tidak vodka atau yang lainnya saja sih,
kutuk Sansa dalam hati.
Tak lama
kemudian, Deni menghampiri mereka berdua bersama seorang lelaki yang cukup
menarik untuk dipandang. Sansa sempat menatapnya tanpa berkedip ketika Deni dan
temannya tersebut berada di depan meja mereka.
“San, ini Tomi.
Temen kantorku yang dulu mau aku kenalin sama kamu tapi ketunda terus. Ternyata
dia juga ulang tahun hari ini. Hahaha.. Gila sih ini! Aku nggak sengaja ketemu
dia sama temen-temennya yang lain lagi ngrayain ultahnya juga. Iya kan, Tom?”
suara Deni beradu dengan musik DJ di bar itu. Mau tidak mau, Deni harus
setengah berteriak supaya setiap kata yang keluar dari mulutnya dapat
didengarkan sempurna.
Tomi mengangguk
sambil tersenyum ke arah Sansa. Dan, perkenalan antara Sansa dan Tomi pun
dimulai.
Si banteng dan
si kembar beradu pandang. Dalam sekejap mereka kehabisan kata-kata untuk
berargumen, setelah mereka melihat apa yang terjadi di dalam bola kristal
tersebut.
“Gemini lagi?”firasat
Taurus mulai tidak enak. Kedua tanduknya seakan-akan tidak sekeras sebelumnya. Ia
merasa heran. Mengapa anak manusia satu ini, yang bernaung di bawah rasi
bintangnya, dekat dengan orang-orang di bawah rasi bintang Gemini. Kebetulan yang
tidak masuk akal.
“Sansa memiliki
daya tarik tersendiri dengan anak manusia di bawah rasi bintangku, Taurus. Aku
juga melihat, keterikatan Sansa dengan mereka sungguh dekat meskipun beberapa
sisi mereka berlawanan. Buktinya, Sansa bisa bertahan dengan 2 sahabat
Gemini-nya yang sangat gila dan rajin memikirkan kesenangan mereka
masing-masing. Tapi, mereka membutuhkan Sansa untuk mengingatkan mereka. Mengimbangi
mereka. Begitu juga sebaliknya.” Suara lembut Gemini berusaha meyakinkan
Taurus. Ia tidak ingin berdebat lagi dengan Taurus. Ia ingin hubungannya dengan
Taurus baik-baik saja, supaya anak-anak manusia di bawah rasi bintang mereka
juga baik-baik saja.
Si banteng
terdiam sejenak sambil menatap bola kristal di hadapannya. Mengamati kemungkinan
apa yang akan terjadi antara Sansa dan Tomi.
“Kamu punya
perkiraan tentang apa yang akan terjadi dengan Sansa dan Tomi, Gemini?”
“Iya. Mereka
berdua akan semakin dekat. Tomi akan merasa nyaman dengan Sansa. Namun, ia
tidak berani berkomitmen. Menurutnya, Sansa terlalu dominan, tapi ia juga tidak bisa melepaskan Sansa. Padahal mereka seiman. Dan aku tidak bisa menerawangnya
lebih jauh.” Ungkap Gemini setelah melakukan penerawangan ke beberapa bulan
setelahnya.
“Sama. Sansa
juga tidak berani berkomitmen dengan Tomi. Meskipun ia merasa nyaman. Ia merasa
ada kejanggalan di diri Tomi yang masih tidak bisa ia terima. Cuma sampai di
situ penerawanganku. Aku tidak bisa melihatnya lagi ke depan.” Taurus
menjelaskan.
Taurus dan
Gemini kembali saling pandang penuh tanda tanya. Apa yang akan terjadi dengan
para anak manusia yang berada di bawah rasi bintang mereka, hanya sang Dewa Agung
yang tahu. Mereka tidak bisa lagi menembusnya lebih jauh ke depan.
***
Thanks for reading. :)
Comments
Post a Comment